18 April, 2009

Menilai Kecerdasan Anak dengan Metode Evaluasi Alternatif

Menilai Kecerdasan Anak dengan Metode Evaluasi Alternatif
Oleh : Nanok Triyono

09-Feb-2009, 11:29:11 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Belajar adalah suatu proses majemuk untuk mendapat informasi atau pengetahuan baru. Proses belajar idealnya dilakukan sejak kecil ketika anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak biasanya lebih cenderung menyukai proses belajar mengajar di sekolah formal, terutama ketika berusia antara 6 – 8 tahun. Usia pertumbuhan tersebut mendorong anak untuk ingin tahu lebih banyak tentang semua hal termasuk pendidikan, sosial, dan budaya.

Dalam proses belajar mengajar, J. Piaget pernah melakukan penelitian mengenai perkembangan intelektual anak yang dibagi menjadi tiga tahapan. Piaget mengemukakan tahap pertama adalah fase pra-operasional di dalam frase ini anak masih belum dapat membedakan dengan tegas antara perasaan dan motif pribadinya dalam dunia luar. Tahap kedua yakni fase operasi konkrit, anak pada tahap ini sudah dapat melakukan problem solving dengan baik. Frase ketiga adalah fase operasi formal dimana problem solving dilakukan dengan lebih struktural memuat hipotesis dan eksperimen.

Berkaitan dengan beberapa frase tersebut, tidak sedikit para orang tua atau guru dapat memahami karakteristik frase tersebut. Belajar selain sebagai media transformasi pengetahuan juga sebagai pengukur nilai atau tingkat kecerdasan anak. Penilaian tersebut lebih bersifat real mark atau lebih memandang pada unsur pembelajaran formal, sehingga terkadang orang tua mengalami depresi ketika anaknya memiliki nilai yang kurang padahal si anak tersebut juga memilikii kecerdasan lain seperti yang terdapat pada Multiple Intelligence. Pihak sekolah sebagai pendukung utama penilaian anak didik perlu sekali melakukan perubahan berdasarkan pengembangan intelektual serta multiple intelligence anak. Sekolah perlu mengaplikasikan MEA (Metode Evaluasi Alternatif) di mana penilaian yang dilakukan tidak hanya stagnan pada penampilan nilai hitam diatas putih.

Dalam metode evaluasi alternatif terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan yakni tes criterion-referenced, tes informal, observasi, dan dokumentasi. Tes criterion-referenced dilakukan dengan cara tidak membedakan nilai anak secara statistik, penilaian ini lebih mengarah pada ketrampilan anak yang telah dikuasai serta target yang belum diraihnya. Tes informal yakni tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan atau sesuatu hal yang dimiliki anak. Tes ini untuk mendapatkan informasi tentang segala hal yang dimiliki anak di luar penilaian formal sekolah.

Penilaian selanjutnya adalah observasi. Ini dimaksudkan agar orangtua atau guru dapat melihat anak-anak dalam konteks yang bermakna dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan hidup mereka. Observasi ini lebih objektif dalam melakukan serta memperbaiki tingkat penilaian kecerdasan terhadap anak. Dokumentasi yakni melakukan portofolio sederhana mengenai nilai-nilai yang pernah diraih anak. Segala hal yang dilakukan anak terutama dalam hal pembelajaran disimpan dalam tahap ini. Beberapa contoh ialah mengenai nilai ujian anak, antologi puisi/ cerpen, diskusi, permainan character building dan lain-lain. Inti dari dokumentasi adalah mengumpulkan segala hal yang pernah diraih atau dilakukan anak yang termasuk dalam multiple intelligence (kecerdasan linguistik, logika, spasial, ritmik, natural, kinestetik, intrapersonal, dan interpersonal).

Beberapa frase metode evaluasi alternatif tersebut nantinya dapat dijadikan referensi dalam melakukan penilaian terhadap anak sehingga penilaian yang diberikan tidak terkesan otoriter. Metode tersebut akan efektif ketika muncul tahap pembahasan, saat orangtua atau guru membahas permasalahan yang terjadi berhubungan dengan nilai sehingga dapat dijadikan masukan dalam menilai anak dengan baik. Penilaian terhadap anak memang harus dilakukan secara struktural agar segala kekurangan dan kelebihan anak dapat terdeteksi dan terpecahkan dengan benar.

08 April, 2009

Tips Mengasah Kecerdasan Majemuk

Tips Mengasah Kecerdasan Majemuk
Selasa, 04-Desember-2007 13:56:43
Oleh : Rahmi

Setiap kecerdasan dalam Multiple intelligence dapat dikembangkan hingga batas maksimalnya. Di bawah ini beberapa tips yang dapat dilakukan orangtua untuk mengembangkan kecerdasan majemuk anak:

Tips Cerdas Bahasa
1. Bicara, bicara dan bicara. Banyak bicara tetapi bukan mengomel.
2. Hargai anak dan mendengar pendapatnya.
3. Mendongeng.
4. Katakan yang dilihat, dengar atau rasakan dalam aktivitas sehari-hari.
5. Nyatakan yang kita pikirkan untuk dilakukan.
6. Jawab pertanyaan anak dengan antusias, bukan sambil lalu.
7. Melatih anak menulis buku harian. Ceritakan pula kisah Anne Frank yang buku hariannya menjadi terkenal di seluruh dunia.

Tips Cerdas Matematika
1. Perkenalkan angka sedini mungkin melalui permainan, menghitung anak tangga atau sambil merapikan mainan.
2. Memperkenalkan konsep besar-kecil atau sama besar.
3. Permainan dengan dadu, ular tangga, monopoli, ludo, dll.
4. Bermain tebak-tebakan untuk melatih logika berpikir anak, misal hewan apakah aku? Suka makan pisang dan bergelantungan di pohon?
5. Bermain air untuk mengenal konsep mengapung tenggelam.

Tips Cerdas Gambar
1. Membantu mengelompokkan pakaian sebelum disetrika atau dilipat. Ini pakaian kakak, punyaku, punya ayah dan punya bunda. Dalam kegiatan ini anak akan membayangkan pakaian siapa ini?
2. Belajar tentang warna.
3. Hargai hasil kreasi anak dengan memajangnya di rumah, bila perlu diberi bingkai layaknya karya pelukis terkenal.
4. Berburu garis, ada garis apa saja ya? Lengkung, lurus, ada lingkaran juga, dll.
5. Bermain plastisin atau adonan roti.
6. Permainan "aku melihat dengan mata kecilku". Minta anak mencari benda dengan warna tertentu di sekitar kita, misal "Mama melihat sesuatu yang berwarna merah, apa ya?"

Tips Cerdas Fisik
1. Main dorong-dorongan.
2. Papan keseimbangan.
3. Ball game, aneka permainan dengan bola.
4. Membereskan kamar.
5. Bersepeda.
6. Belajar sambil bergerak.
7. Menyentuh, merasakan sensasi perbedaan bentuk dan permukaan benda.

Tips Cerdas Musik
1. Berdendang, menyanyikan aneka jenis lagu.
2. Mengajak anak memperhatikan suara-suara di sekitar. "Ssst, dengar ada suara apa saja ya? O, Bibi lagi mencuci, ada tetangga sedang menyapu halaman, suara Pak tukang di sebelah rumah, dll."
3. Sound hunting games. Sembunyikan HP di tempat yang tidak terlihat anak, setting alarm-nya, saat berbunyi minta anak mencari dimana HP itu bersembunyi.
4. Menebak suara alat musik atau benda.

Tips Cerdas Sosial atau Bergaul
1. Membicarakan macam-macam perasaan, ungkapkan dengan kata-kata bila Anda atau si kecil sedang sedih, senang, marah, binggung, khawatir. "Kakak sedih ya karena tidak bisa bermain hari ini?"
2. Contoh pengalaman perasaan.
3. Permainan bertamu.
4. Beri sentuhan dan pelukan.
5. Conflict resolution atau menyelesaikan masalah. Bantu anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Tips Cerdas Diri
1. Dorong anak untuk mandiri.
2. Get organized, buat agenda harian.
3. Melatih anak bersopan santun.
4. "The book of me": kumpulan foto dan cerita kecil dari kecil sampai usia sekarang.
5. Berikan pujian yang spesifik, "Wah, kakak pintar sudah bisa merapikan buku sendiri."
6. Beri anak kesempatan untuk membuat keputusan.
7. Memanggil dengan sebutan pasti, nama yang tidak berubah-ubah.

Tips Cerdas Alam
1. Bermain ke kebun binatang.
2. Menanam di kebun.
3. Main air atau hujan.
4. Menjadi detektif alam, pohon apa itu?
5. Bereksperimen dengan kaca pembesar.
6. Ajak ke pantai dan menikmati ombak.

Tips Cerdas Spiritual
1. Tanamkan nilai-nilai spiritual, seperti kejujuran, bersyukur, memaksimalkan usaha dan menyerahkan hasil pada Tuhan, dll.
2. Merasakan kehadiran Tuhan, misal melalui apa yang diberikan hari ini, perbuatan baik yang akan dicatat, melalui cerita-cerita berhikmah, dll.
3. Rutinitas ibadah dengan anak setiap hari.

(Zuhaira Haurani,S.Psi/berbagai sumber)

MODEL PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI SECARA HOLISTIK

MODEL PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI SECARA HOLISTIK
Contributed by ninda
Friday, 18 January 2008
Last Updated Friday, 18 January 2008
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan secara empiris model pembelajaran bermain secara holistik yang dapat
merangsang seluruh aspek perkembangan anak secara optimal. Selaras dengan teori humanistik yang menekankan
keterpaduan antara aspek sikap dengan kognitif. Piaget (Forman,1983) juga menyarankan agar aspek kognitif, moral
dan dirangsang pengembangnnya dalam aktivitas pembelajaran. Berikut Gordon (1985) menandaskan bahwa
perkembangan anak usia dini belum terjadi differensiasi antara pikiran, tindakan dan perasaannya. Selanjutnya menurut
Hurlock (1994), Kartono (1996), Bredekamp (1997) dan Supriadi (2002) bahwa bermain adalah sangat penting artinya
bagi kehidupan anak. Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Lewat aktivitas bermain edukatif potensi diri anak, sikap
positif dan rasa percaya diri dapat berkembang ke arah yang lebih matang dengan memfasilitasi materi bermain yang
sesuai dengan kebutuhan, pengalaman, karakteristik dan kemampuan mereka. Untuk mencapat tujuan tersebut
digunakan Research and Development, penelitian yang bersiklus yang berlapis, berulang dan berkesinambungan, mulai
dari studi awal, penyusunan rancangan model konseptual (hipotetik) kemudian diuji kelayakannya (validasi), diuji-coba
dan terus menerus dievaluasi dan direvisi hingga dihasilkannya model pembelajaran bermain secara holistik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran anak usia dini pada kelompok bermain. Data
dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Komponen-komponen model
tersebut antara lain: 1) tujuan dan asumsi; 2) lingkup dan paradigma model 3) tahapan pembelajaran bermain; 4) peran
dan prinsip reaksi pendidik; 5) sistem penunjang; 6) sistem sosial 7) aplikasi; 8) produk model; 9) kriteria keberhasilan
model; 10) dampak dalam implementasi model. Hasil penelitian ini adalah diperolehnya model pembelajaran bermain
yang lebih efektif yakni dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia dini secara komprehensif.
Dikatakan efektif karena model ini: 1) dirancang secara sistimatis, logis, dan rinci dimulai dari penentuan tema dan fokus
pemgembangan, penentuan kegiatan belajar bermain, dan penentuan alat-alat permainan yang diperlukan; 2)
metode/teknik dalam proses pembelajaran bermain dan alat-alat permaian yang digunakan sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan anak didik; 3) alat-alat permainan selain mudah dibuat juga dapat mengunakan bahan yang murah,
bahan dari lingkungan sekitar; 4) difasilitasi berbagai ragam dan bentuk permainan yang disenangi anak. Dengan bentuk
dan jenis permainan yang bervariasi tersebut disamping membuat anak tidak bosan juga dapat meletakkan dasar
pengembangan seluruh aspek perkembangan anak. Selain itu pendidik kelompok bermain telah mampu memahami,
membuat model program dan menerapkannya sehingga anak didik dapat aktif belajar sambil bermain dengan rasa
gembira tanpa membahayakan diri anak.
Web Site SIMAWA Universitas Bengkulu
http://

06 April, 2009

Anak TK Belajar Huruf & Angka, Penganiayaan Terselubung

Anak TK Belajar Huruf & Angka, Penganiayaan Terselubung

Sebagian Taman Kanak-Kanak telah mengajarkan baca, tulis dan hitung (calistung). Selain melanggar ketentuan, hal itu juga dikhawatirkan akan berpengaruh negatif pada perkembangan jiwa anak bahkan termasuk dalam tindak penganiayaan (abuse).
Demikian diungkapkan Ketua Komisi Nasional (Komnas) Anak Seto Mulyadi di Jakarta, kemarin.
Seto mengungkapkan, berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) No 20 tahun 2003, TK masuk dalam sistem pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan titik berat pembelajaran moral, nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian. Semua nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui metode pembiasaan.
UU tersebut, kata Seto, sama sekali tidak menyebutkan TK sebagai sarana persiapan bagi anak sebelum memasuki SD. Begitu pula dengan pembelajaran huruf dan angka, jelas-jelas tidak masuk dalam kurikulum TK. Sehingga, pendidikan calistung dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap aturan.
Namun, lanjut Seto, pada prakteknya, pelanggaran itu terjadi di sebagian besar TK. Hal itu ditenggarai terkait dengan tuntutan mayoritas SD yang mengharuskan calon siswanya telah menguasai calistung.
“Orang tua kemudian balik menuntut pengelola TK. Mereka ingin anaknya dipersiapkan seoptimal mungkin agar tidak terhambat masuk SD. Inilah lingkaran kekeliruan yang pada akhirnya menjadikan anak sebagai korban. Akhirnya TK bukan menjadi sarana belajar sambil bermain, tapi belajar sambil menangis,” kata Seto yang juga anggota Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Padahal, kata Seto, secara ilmiah anak-anak dibawah usia sekolah belum siap diajarkan calistung. Anak-anak TK tidak boleh dibebani target, melainkan diberi kesempatan bermain sepuas-puasnya. Sementara, pembelajaran tentang nilai-nilai kehidupan diberikan dengan metode tematik yang mudah difahami.
Seto menegaskan, sebagai upaya mengembalikan hak-hak anak yang dianggap kini terampas oleh sistem pendidikan yang salah, pada 2006 mendatang BSNP akan mengeluarkan regulasi yang merombak sistem pendidikan kelas satu hingga tiga SD. Aturan itu akan merubah sistem pembelajaran berpola tematik, seperti yang diterapkan pada murid TK. Pembahasan pelajaran akan disederhanakan, disesuaikan sengan usia anak yang masih belia.
Aturan tersebut, kata Seto, kini tengah digodok BSNP dan rencananya tahun depan akan mulai disosialisasikan. Keputusan untuk merombak aturan tersebut didasarkan atas evaluasi BSNP pada muatan kurikulum yang saat ini berlaku. Kurikulum saat ini dinilai terlalu berat, disertai target dan materi yang tidak sesuai dengan usia anak.
“Sekarang ini sekolah menjadi kewajiban yang membebani anak. Padahal, sekolah dan belajar itu hak anak. Itu yang kerap kita lupakan,” ujar Seto.
Berdasarkan pengamatan Media di sejumlah TK, selain diajarkan bernyanyi dan keterampilan unuk melatih motorik, setiap harinya murid-murid TK juga mendapat pendidikan mengenal huruf-huruf alfabet serta angka. Bahkan, anak-anak yang masih berusia empat sampai lima tahun itu juga diharuskan berlatih menuliskannya dalam buku tulis seperti halnya murid SD.
Di TK Kartika Bojong Gede Kabupaten Bogor, seluruh muridnya telah terbiasa membawa buku tulis setiap paginya. Selama tiga jam bersekolah di TK, dari pukul tujuh hingga sepuluh pagi, mereka berlatih menulis dan membaca hingga merangkainya dalam kata. Begitu pula dengan angka, selain menuliskannya, mereka juga dilatih pertambahan dan pengurangan sederhana.
” Alma sudah bisa baca sedikit-sedikit, diajar mama, tapi di sekolah juga belajar,” kata Alma , seorang murid.
Nani, orang tua Alma mengaku terkadang merasa kasihan pada anaknya karena kerap harus bersusah payah menghapal dan menulis. Padahal, memegang pinsil saja, merupakan pekerjaan berat bagi anaknya yang belum genap lima tahun. Kendati begitu, Nani mengaku tak berani menyatakan keberatannya pada pihak sekolah.
“Kalau dia tidak bisa baca tulis, ya susah masuk SD. Semua SD yang ada di sekitar sini memberi tes baca tulis pada setiap anak yang mendaftar. Ada juga yang tidak, tapi SD-nya kurang bagus,” kata Nani. Seorang guru yang mengajar di sebuah TK di Bandung mengaku dirinya kerap harus mengelus dada melihat perjuangan yang harus dilalui anak didiknya saat diajari calistung. Padahal, untuk memusatkan perhatian saja, murid-muridnya masih kesulitan.
“Mereka masih sulit berkonsentrasi. Keinginan bermain jauh lebih besar. Saya sendiri tak tega, tapi ini sudah ketentuan sekolah. Padahal, dulu tidak begini, murid saya yang saya ajar sepuluh tahun lalu tidak belajar calistung tapi sekarang sudah jadi orang semua,” kata guru yang enggan disebut namanya tersebut.

Sumber : http://deoa.co.cc/anak-tk-belajar-huruf-angka-penganiayaan-terselubung/

BERMAIN TANGAN DAHULU, MENULIS KEMUDIAN

BERMAIN TANGAN DAHULU, MENULIS KEMUDIAN

Kemampuan motorik halus terkait dengan perkembangan fleksibilitas tangan dan jari-jemari untuk melakukan aktivitas seperti makan, menulis, menggambar, memakai pakaian dan juga bermain dengan permainan yang membutuhkan koordinasi tangan. Jika semua kemampuan motorik halus anak berkembang baik, maka kemampuan menulisnya pun akan baik.

TIGA PENGARUH

Ada 3 faktor yang memengaruhi perkembangan kemampuan motorik halus, yaitu:

1. Minat anak

Anak yang memiliki minat tinggi untuk bereksplorasi akan mempunyai kesempatan lebih banyak mengembangkan kemampuan motorik halusnya.

2. Stimulasi belajar

Anak yang lebih banyak mendapatkan stimulasi atau rangsangan belajar dari lingkungan akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mengembangkan kemampuannya.

3. Gangguan Perkembangan

Adanya gangguan perkembangan dapat memengaruhi perkembangan motorik halusnya, semisal pada anak-anak yang mengalami Cerebral Palsy, cenderung sangat kesulitan untuk mengoordinasikan gerakan tangan dan jemarinya sehingga perlu penanganan yang lebih serius dari profesional.

TAHAPAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS

Sebagai panduan untuk orangtua, berikut tahapan perkembangan kemampuan motorik halus anak prasekolah berikut cara-cara menstimulasinya:

Usia

Kemampuan Motorik Halus yang harus dikuasai:

Stimulasi

3 th

· Menarik garis vertikal, mengopi bentuk lingkaran.

· Memegang alat tulis dengan menggunakan ibu jari dan jari lainnya (tidak menggenggam).

· Membuka halaman pada buku.

· Dapat memegang gunting dengan cukup baik.

· Membuka atau menutup kotak.

· Membuat menara dari 8 balok.

· Menggunakan satu tangan hampir di semua aktivitas.

· Bermain tepuk tangan.

· Bermain play dough seperti membuat bola dengan telapak tangannya sambil memutar-memutarkan tangan.

· Bermain spon air.

· Bernyanyi dengan menggerak-gerakkan tangan.

· Menghubungkan titik-titik.

4 th

· Menggunting dan menempel.

· Membuat bentuk segi empat.

· Menyelesaikan pasel 4 keping.

· Membuat bentuk berlian.

· Menulis huruf kapital.

· Berlatih memegang gunting dengan posisi ibu jari di atas.

· Menempatkan kepingan pasel pada tempatnya (umumnya pasel sederhana bentuk geometris).

· Mencocokkan gambar, menarik garis dan mengopi bentuk.

· Berlatih melipat kertas origami.

· Bermain finger print (menggambar/melukis dengan jari-jemari).

Usia

Kemampuan Motorik Halus yang harus dikuasai:

Stimulasi

5 th

· Mewarnai dengan rapi (tidak keluar dari gambar).

· Menulis namanya sendiri.

· Melipat sehelai pakaian.

· Memakai pakaian.

· Mencoba untuk mengancingkan baju, dan memakai sepatu walaupun masih dibantu.

· Melakukan aktivitas mandi dengan bantuan.

· Belajar mewarnai bentuk sederhana.

· Berlatih memakai pakaian yang berkancing dan sepatu tanpa tali.

· Berlatih melipat kertas dengan bentuk yang sederhana.

6 th

· Dapat menulis huruf cetak ataupun latin dengan rapi termasuk menulis angka.

· Dapat membuat berbagai bentuk geometris.

· Berpakaian tanpa dibantu.

· Memakai sepatu bertali dengan sedikit bantuan.

· Mewarnai dengan rapi.

· Menggunting tanpa ada hambatan.

· Dapat melakukan aktivitas di kamar mandi tanpa bantuan.

· Dapat menyelesaikan pasel 12 keping.

· Latihan menulis dengan beberapa variasi huruf.

· Latihan membuat bentuk geometris.

· Bermain pasel dan lego dengan kesulitan yang lebih kompleks.

· Membiasakan anak mandi sendiri.

· * Membiasakan anak berpakaian tanpa dibantu.

DIKATAKAN TERLAMBAT BILA....

Kemampuan motorik halus anak dikatakan terlambat bila di usianya yang seharusnya ia sudah dapat mengembangkan keterampilan baru, tetapi ia tidak menunjukkan kemajuan. Terlebih jika sampai memasuki usia sekolah sekitar 6 tahun, anak belum dapat menggunakan alat tulis dengan baik dan benar. Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus mengalami kesulitan untuk mengoordinasikan gerakan tangan dan jari-jemarinya secara fleksibel.

PENYEBAB:

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi keterlambatan perkembangan kemampuan motorik halus, berikut di antaranya:

· Kurangnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak bayi.

· Pola asuh orangtua yang cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam memberikan rangsangan belajar.

· Tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas sendiri sehingga anak terbiasa selalu dibantu untuk memenuhi kebutuhannya, semisal selalu disuapi sehingga fleksibilitas tangan dan jemarinya kurang terasah.


UPAYA MENGATASI:

· Melakukan observasi untuk mengetahui seberapa jauh si kecil tertinggal dibandingkan anak-anak lain seusianya.

· Jika diketahui keterlambatannya, sesegera mungkin latih anak untuk mengembangkan keterampilannya tersebut. Misalnya, meningkatkan frekuensi permainan yang merangsang koordinasi motorik halus seperti pasel, lego, dan lain-lain.

· Jika sampai usia 6 tahun masih terlambat, ada baiknya meminta bantuan profesional untuk melakukan evaluasi perkembangannya. Umumnya anak diarahkan untuk mengikuti remedial teaching

UPAYA PENCEGAHAN:

Beberapa hal dapat dilakukan orangtua agar anaknya tidak mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus:

· Sejak dini, orangtua harus meningkatkan frekuensi mengenalkan anak pada permainan yang dapat merangsang fleksibilitas motorik halusnya, seperti pasel, lego, play dough, dan lainnya.

· Membiarkan anak mengeksplorasi lingkungan tetapi tetap dalam pengawasan.

· Melatih anak untuk menopang tubuhnya dengan perut (posisi tengkurap ketika bayi) sehingga akan menguatkan otot bahu dan punggung.

· Ketika anak berusia 8 bulan, ajarkan untuk memegang makanannya sendiri melalui finger food. Hal ini akan membantu anak melatih fleksibilitas jari jemarinya untuk mengambil makanan, memegang, dan memasukkannya ke mulut

· Di usia sekitar 12 bulan, anak dilatih untuk mengambil benda dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak.

· Di usia sekitar 18 bulan, anak dilatih untuk memegang alat-alat tulis seperti krayon atau spidol.

MENULIS BAGUS

· Sejak dini anak sudah dikenalkan pada kegiatan menulis dengan menggunakan alat tulis, baik krayon, spidol, cat air, dan lainnya. Hal ini akan membantu anak untuk menumbuhkan minat pada kegiatan menulis.

· Dimulai dengan aktivitas menghubungkan titik-titik atau dot-to-dot.

· Menyediakan media tulisan dengan buku halus kasar yang tersedia di toko buku.

· Berlatih sesering mungkin untuk belajar menulis, dimulai dengan menulis namanya sendiri secara berulang-ulang.


ANAK PEREMPUAN LEBIH TERAMPIL?

Konon, motorik halus anak perempuan lebih luwes ketimbang anak lelaki. Ternyata hal ini tidak benar. Setiap anak tanpa dibedakan gender memiliki keterampilan yang berbeda-beda. Pendapat tersebut muncul dikarenakan ada kecenderungan anak perempuan lebih detail dan teliti, sehingga lebih menyukai aktivitas yang sifatnya tenang dengan menggunakan kemampuan motorik halusnya. Sebaliknya anak lelaki cenderung lebih menyukai aktivitas motorik kasar. Namun demikian, kualitas perkembangan motorik halus antara keduanya tidak berbeda secara signifikan.

HATI-HATI!

1. Sebaiknya orangtua tidak memberikan kritikan ketika mendapati kualitas tulisan anak kurang rapi, karena hal ini akan menimbulkan perasaan kurang nyaman dan cemas pada anak untuk mengulang kembali kegiatan menulis.

2. Berikan dukungan yang positif setiap kali anak menunjukkan hasil karyanya karena akan memperkuat keinginan anak untuk belajar menulis lebih baik lagi.

3. Kegiatan menulis ada hubungannya dengan kemampuan membaca sehingga keduanya harus diasah secara seimbang sejak dini.

4. Waspadai gangguan yang menyertai keterlambatan perkembangan motorik halus seperti Cerebral Palsy, disleksia, disgrafia, dan lain sebagainya. Untuk itu, bantuan dari profesional seperti dokter dan psikolog dibutuhkan guna memberikan terapi penanganan yang tepat.(tabloid-nakita)

http://pembelajaran-anak.blogspot.com/2008/09/bermain-tangan-dahulu-menulis-kemudian.html